Selasa, 19 Februari 2013

FINALISASI DRAFT UPAH SEKTORAL

Dewan Pengupahan Provinsi (DPP) Jatim tetap  membahas draf Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) pada hari Rabu (20/2) besok kendati tanpa Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Setelah itu, rumusan draf UMSK itu akan segera disodorkan ke Gubernur Jawa Timur Soekarwo untuk segera ditetapkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub).
Langkah itu dilakukan karena sejak awal Apindo sudah menolak pembahasan UMSK tersebut. Padahal, pada Rabu besok adalah rapat terakhir dari dewan pengupahan sebelum menyetorkan draft tersebut. ”Rapat penetapan itu tetap dijalankan meski tanpa persetujuan Apindo,” kata Eddy Purwinarto, Ketua DPP jatim, Selasa (19/2).
Dia mengatakan, Apindo Jatim sudah diberikan surat imbauan untuk ikut menetapkan UMSK di Jatim itu sebanyak tiga kali. Karena itu, sesuai dengan mekanisme yang berlaku, draf UMSK akan segera disodorkan ke gubernur Jawa Timur pada Kamis (21/2) lusa. ”Memang sesuai dengan mekanisme itu yang akan dilakukan karena Apindo sudah disurati beberapa kali,” tegasnya.
Dia optimistis UMSK bisa ditetapkan oleh DPP pada awal Maret mendatang.”Insya Allah nanti akan ditetapkan, kita akan mengusulkan drafnya saja nanti yang membuat Pergub adalah biro hukum dan tugas kita sebagai perumus sudah selesai,” katanya lagi.
Sementara, anggota DPP Jatim Warsono mengatakan kalau saat ini pihaknya masih melakukan survei untuk menggolongkan perusahaan yang nantinya harus menetapkan UMSK. Hal itu dilakukan lantaran sebagaian besar kabupaten tidak mencantumkan angka dalam menjawab surat dari dewan pengupahan Jawa Timur.
”Kami harus menggelar survei untuk melihat sejauh mana perusahaan-perusahaan yang akan menerapkan UMSK,” tambahnya.
Menurutnya, dewan DPP tetap menyodorkan draf UMSK kendati tanpa persetujuan dari Apindo. Pasalnya, hal itu sudah diatur melalui Undang-undang yang berlaku.”Kalau Apindo menolak membahas tidak masalah dan akan tetap kami bahas karena itu sudah sesuai dengan mekanisme,” tegasnya.sty
sumber : http://www.surabayapost.co.id/

Senin, 18 Februari 2013

KENAIKAN UMK INI BUKAN HADIAH MELAINKAN HASIL DARI PERJUANGAN

"Kita menjadi bangsa kuli dan kuli dari bangsa lain" Kutipan statement dari Proklamator kita Bung Karno sangat relevan dengan nasib buruh saat ini yang terus dimiskinkan secara terstruktur dan sistematis karena terjajah oleh upah murah. Standar Upah Minimum dari UMR hingga UMP/UMK dengan Kebutuhan Fisik Minimum(KFM),Kebutuhan Hidup Minimum(KHM) hingga Kebutuhan Hidup Layak(KHL) masih menempatkan buruh sebagai komoditas yang dihargai begitu rendah dan murah.

Pada tahun 1980, kala masih dikenal dengan istilah UMR alias upah minimum regional, upah minimum disusun berdasarkan standar kebutuhan fisik minimum (KFM). Kala itu ada sekitar 80 item komponen KFM.

Pada tahun 1995, KFM berubah menjadi kebutuhan hidup minimum (KHM). Pada periode ini, jumlah komponen KHM menyusut hanya menjadi 52 item.

Kondisi ini makin diperparah dengan hadirnya Permenaker 17/2005. KHM diganti menjadi KHL yang menurunkan kualitas dan kuantitas menjadi 46 komponen KHL. Hal ini menyebabkan terjadinya pemiskinan sistematis dari negara terhadap pekerja/buruh,standar tersebut hanya menghitung kebutuhan hidup buruh lajang dengan mengabaikan kebutuhan hidup buruh yang berkeluarga.

Pasca reformasi 1998 upah buruh tetap murah meski sebenarnya semangat dalam dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 pasal 88 dan pasal 89 adalah upah layak dan adil untuk buruh/pekerja dan keluarganya.

Selama ini upah buruh di Indonesia begitu murah US$0.6 per jam (=Rp.5,400).
Buruh di Filipina menerima upah 2 kali lipat (US$ 1.04),
buruh Thailand dibayar hampir 3 kali lipat (US$1.63)
dan buruh Malaysia menerima hampir 5 kali lipat (US$2.88).

Upah Minimum tahun 2012 berada dalam kisaran Rp. 700,000 hingga Rp. 1,800,000 per bulan atau rata-rata 1 Juta Rupiah. Upah ini hanya dapat membayar sekitar 60% dari pengeluaran riil buruh hanya sekedar untuk makan seadanya hanya dengan sayur asem,tahu tempe dan ikan asin atau mie instant adalah menu sehari-hari keluarga buruh, biaya hidup lainnya seperti transport,perumahan, pendidikan,kesehatan sulit diakses.

Bagaimana buruh memenuhi kekurangannya? mengandalkan bantuan teman dan keluarga, masuk dalam jeratan hutang dan melakukan penghematan pengeluaran seminim-minimnya yang berujung buruh dan keluarganya terjerumus dalam lingkaran kemiskinan. Hidup yang sejahtera dan layak masih menjadi mimpi untuk sebagian besar kaum buruh/pekerja di Indonesia.

Paradigma negara pro modal mengantarkan buruh menjadi kuli di negeri sendiri terjajah di negara yg sudah merdeka , kaum buruh termiskinkan secara struktural dan sistematis dengan upah murah serta terjerembab ke kondisi kerja yang semakin tidak pasti dan tidak terlindungi. Melalui kebijakan pasar kerja fleksibel –upah rendah dengan merekrut dan memecat buruh – keamanan dan kepastian kerja di sektor formal berubah menjadi kekhawatiran dan ketidakpastian kerja dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing.

Dilatarbelakangi kemenangan buruh Bekasi melawan gugatan APINDO di PTUN Bandung dengan menutup tol terkait UMK 2012 pada bulan Januari, diinisiasi dan dimotori FSPMI bersama KSPI maupun KSPSI&SBSI dibawah payung MPBI isu upah menjadi isu sentral tahun 2012 dalam perjuangan buruh dengan gerakan HOSTUM(Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah).Gelombang aksi dan pemogokan melawan upah murah digelorakan di seluruh Indonesia.

Konsepsi upah layak layak buruh dengan standar KHL 84-122 Komponen dan kebutuhan hidup buruh berkeluarga serta kenaikan upah minimum sektoral minimal 10% diatas UMK menjadi tuntutan reformasi standar pengupahan di Indonesia. Merespon desakan buruh Kemenakertrans pada 10 Juli 2012 menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) No 13/2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) pekerja lajang yang semula 46 menjadi 60 item,

Hal tersebut mencerminkan kebijakan kapitalis upah murah yang merupakan kegagalan dan lalainya negara dalam mengimplementasikan amanah Konstitusi dalam mewujudkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Yang lebih parah Peraturan tersebut juga masih belum memperhitungkan kebutuhan hidup buruh yang berkeluarga dan berbasiskan kebutuhan hidup buruh yang riil dan layak.

Gerakan buruh terus mendesak revisi terhadap Permenakertrans 13/2012 sambil mengawal proses pengupahan untuk tahun 2013 yang berjalan di tingkat Dewan Pengupahan Kab/Kota. MPBI maupun berbagai Aliansi Buruh mendesak Upah Minimum yang akan ditetapkan jauh diatas Kebutuhan Hidup Layak(KHL) yaitu kisaran 130%-150%. Melalui serangkaian kombinasi strategi mulai konsep,lobi dan aksi serta perjuangan parlementer dan ekstraparlementer maupun litigasi dan nonlitigasi.

Jelang penetapan Upah Minimum pada bulan November 2012 gelombang aksi massa buruh semakin intens,membesar dan meluas dalam menuntut kenaikan upah, terutama di daerah-daerah padat industri dan penyangganya seperti Jabodetabek, Batam, Medan, Surabaya, dll. Tuntutan nominal besaran atas UMP (Upah Minimum Propinsi) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) maupun Upah Minimum Sektoral rata-rata adalah 2 Juta rupiah.Ratusan kali aksi upah minimum yang diikuti oleh sedikitnya ratusan ribu massa buruh disertai pengawalan advokasi upah minimum di sejumlah daerah mencapai hasil yang cukup signifikan dan fantastis bahkan terjadi kenaikan upah minimum yang sangat ekstrem di daerah padat industri seperti Bogor,Karawang,DKI Jakarta, Tangerang, Bekasi, Batam, Sumatera Utara dan Jawa Timur.

Nilai UMP/UMK dan Upah Minimum Sektoralnya rata-rata 2 Juta, kenaikan tertinggi terjadi di Bogor dimana untuk tahun 2013 kenaikan mencapai 70 persen dari UMK 2012 sebesar 1.269.320 menjadi 2.100.000 hal tersebut karena aksi mogok daerah(modar) ribuan buruh yg tergabung dalam Forum Buruh Bogor Bersatu. Kenaikan upah minimum yang terjadi merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah.

Gerakan buruh tahun 2012 melalui “revolusi upahnya” berhasil membongkar politik upah murah dengan perbaikan Permenakertrans tentang KHL dari 46 menjadi 60 dan kenaikan UMK maupun Upah Sektoral diatas KHL dan mencapai hingga 70%.

Upah adalah Kebijakan Hukum dari produk politik dan bukan hadiah atau itikad disertai niat baik dari negara maupun Political Willing dari pemangku kebijakan tetapi murni karena desakan dari gerakan buruh baik di tingkat pusat maupun di daerah yang mengawal melalui advokasi kebijakan publik berbasiskan gerakan massa kolektif.

Gubernur DKI Jakarta yang baru beserta wakilnya Jokowi-Ahok yang berlatarbelakang pengusaha patut diapresiasi karena membuat terobosan baru dalam penghitungan KHL dengan mekonversi prediksi inflasi berjalan setahun kedepan dan UMP yang ditetapkan jauh diatas KHL yaitu 112 % serta kenaikan UMP mencapai 42% dengan nominal 2,2 juta serta UMP Sektoral ditetapkan 5-17% dengan nominal hingga 2,5 juta.

Pemberitaan luas UMP DKI Jakarta membawa efek domino ke daerah-daerah lainnya sehingga membawa pengaruh positif ke kepala daerah lain termasuk Presiden SBY dalam pidatonya atas nama pencitraan dan akibat terdesak gerakan buruh pada 30November 2012 menyatakan mendukung kenaikan upah minimum yang terjadi di beberapa daerah, termasuk Jakarta yang naik menjadi Rp2,2 juta per bulan karena menurutnya era buruh murah telah usai.“Saya ingin sampaikan sekali. Posisi pemerintah jelas, upah dan kesejahteraan buruh harus semakin meningkat dan benar-benar makin layak. Itu kewajban moral. Era buruh murah dan tidak mendapatkan keadilan sudah usai,” kata SBY.Cita-cita Founding Father dan Ibu Pertiwi dan Amanat Konstitusi mewujudkan masyarakat adil,makmur dan sejahtera serta perjuangan Marsinah pahlawan buruh kita harus menjadi inspirasi.

Bermodal Kemenangan dalam perjuangan upah tahun 2012 yang mulai meruntuhkan rezim upah murah masih menyisakan pekerjaan rumah karena reformasi sistem pengupahan masih belum tuntas dan kebijakan upah sekarang masih berwatak upah murah ,ke depan selain mengawal implementasi kita perlu mendesain Undang-Undang tentang Sistem Upah Layak Nasional dan regulasi standar upah minimum yang berbasiskan kelayakan dan kebutuhan hidup buruh yang berkeluarga serta institusi Dewan Pengupahan perlu dirombak.

Upah Layak untuk buruh dan keluarganya hanya dapat diraih jika buruh terus bergerak,bersatu dan menjadi pengambil wewenang dalam menentukan kebijakan politik yang berwatak keadilan dan kesejahteraan sosial.


Lawan Upah Murah, Buruh Bersatu Tak Bisa Dikalahkan

DEWAN PENGUPAHAN JATIM SEGERA SURVEY TANPA APINDO

Draf UMSK daerah tanpa angka, Dewan Pengupahan Jatim akan survei ke sendiri  Pembahasan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) di Jawa Timur tetap dilanjutkan meski draf yang diusulkan masing-masing daerah tidak diteken Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Jumat (15/2) Dewan Pengupahan Provinsi (DPP) Jatim mengadakan rapat untuk menggali masukan dari masing-masing daerah mengenai penetapan UMSK tersebut. ”Kita tetap membahas mekanisme penetapan UMSK, kita lihat nanti seperti apa hasilnya,” kata Eddy Purwinarto, Ketua DPP Jatim, Jumat (15/2). Dia mengatakan, pihaknya masih menunggu kesediaan Apindo sampai pekan depan. 
Dia juga membantah surat yang dikirimkan 31 daerah itu merupakan bentuk penolakan. Rencananya, pada Senin depan (18/2), DPP akan melayangkan surat kepada Apindo meminta kesediaannya untuk ikut membahas UMSK di Jatim. ”Kalau pada surat panggilan ketiga pekan depan Apindo tetap tidak mau datang ya kita akan jalan terus,” tegasnya.
Menurutnnya, penetapan UMSK kemungkinan besar akan dilakukan pada awal bulan depan. Saat ini DPP Jawa Timur masih melakukan survei untuk menggolongkan masing-masing sektor yang akan dimasukkan ke dalam perusahaan yang menetapkan UMSK nanti. ”Kita tunggu surveinya seperti apa. Karena masing-masing daerah tidak mengajukan draf dalam bentuk angka, maka kami akan menggelar survei sendiri untuk kemudian akan ditetapkan,” katanya.
Sementara, anggota DPP dari unsur buruh, Warsono menilai pembahasan draf UMSK tetap bisa dilanjutkan meski tanpa kesepakatan Apindo. Nantinya, Gubernur Jatim Soekarwo bisa menggunakan hak prerogatifnya karena pembahasan UMSK bisa dilakukan secara bipartite. ”Apindo kan sudah diundang, kalau memang tidak datang kesepakatan UMSK itu bisa dilakukan antara pemerintah dan perwakilan pekerja saja,” tegasnya.
Sekedar diketahui, sebagaian besar  Kabupaten/Kota menolak menyerahkan draf usulan UMSK yang mestinya akan dibahas menjadi Peraturan Gubernur (Pergub). Dari data yang dihimpun, dari 38 kabupaten/kota di Jatim, 31 menolak menyerahkan usulan atau draf UMSK tersebut, sedangkan lima daerah lainnya hingga sekarang tidak mengirimkan usulan atau jawaban terkait kesanggupan penerapan UMSK ke Dewan Pengupahan (DPP) Jatim.  
Hanya dua kabupaten yakni Pasuruan dan Mojokerto sudah menyerahkan  draf UMSK, tapi sebelumnya sempat dikembalikan lagi lantaran tidak ada kesepakatan dari asosiasi pengusaha sektoral dan asosiasi buruh sektoral.
Sebenarnya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo menjanjikan akan menetapkan pada tahun 2013. Melalui Surat Edaran nomor 560/5914/031/2012 Tentang UMK dan UMSK 2013 di Jawa Timur tertanggal 30 Maret 2012, diatur teknis dan mekanisme penetapan UMSK yang rencananya akan mulai diberlakukan untuk pertamakalinya di Jawa Timur per 1 Januari 2013. Tapi, karena masih banyak daerah yang belum siap, penetapan UMSK sendiri molor hingga dijadwalkan kembali pada awal maret mendatang.
Sumber : http://www.surabayapost.co.id/

Pemerintah Jawa Timur segera tetapkan UMSK 2013


suarasurabaya.net - Pemerintah Jawa Timur segera tetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) 2013, saat ini, draf usulan sudah masuk ke tangan Ketua Dewan Pengupahan provinsi dan tinggal melakukan revisi final.

Sulastri, Kepala Bagian Ketenagakerjaan Biro Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Jawa Timur, kepada suarasurabaya.net, Kamis (7/2/2013), mengatakan finalisasi draf UMSK akan dilakukan pada Selasa (12/2/2013) mendatang.

"Drafnya, kemarin (Rabu,6/2/2013) sudah saya kirimkan ke Pak Asisten (Asisten II yang juga Ketua Dewan Pengupahan Jatim)," kata Sulastri. Dalam draf itu, Dewan Pengupahan Provinsi telah memberikan usulan besaran UMSK beserta sektornya.

Nantinya, seluruh kabupaten/kota akan diterapkan UMSK, tapi sektor apa saja, berapa jumlah dan besarannya akan berbeda di masing-masing daerah.

Sayang, Sulastri enggan merinci usulan sektor dan besarannya. "Pokoknya sesuai Permenakertrans nomor 1 tahun 1999, besarannya minimum 5 persen," imbuhnya.

Draf final dari dewan pengupahan ini, nantinya akan dikirimkan ke seluruh dewan pengupahan kabupaten/kota. Tujuanya untuk memberikan rangsangan kepada mereka secepatnya mengusulkan besaran UMSK di daerah mereka masing-masing. "Banyak daerah yang hingga kini belum merespon UMSK, draf ini nanti bisa dijadikan patokan kabupaten/kota," ujarnya.

Terpisah, Jamaluddin Ketua Serikat Aneka Industri FSPMI mendesak UMSK harus ditetapkan selambat-lambatnya pada 15 Februari mendatang. Desakan ini, kata Jamal, setidaknya juga telah disampaikan kepada Dewan Pengupahan Jatim serta DPRD Jatim.

"Kemarin kami berunjuk rasa, desakan sudah disampaikan," kata dia. Bahkan Jamal juga sempat menemui Eddi Purwinarto, Ketua Dewan Pengupahan Jatim.



sumber : http://kelanakota.suarasurabaya.net

Minggu, 17 Februari 2013

SK Gubernur Jatim PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN PEKERJA DI PERUSAHAAN


GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR
NOMOR 27 TAHUN 1994
TENTANG
PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN PEKERJA
DI PERUSAHAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

MENIMBANG : bahwa partisipasi Pekerja dalam proses produksi diharapkan mendapatkan perhatian lewat peningkatan Kesejahteraan Pekerja di Perusahaan, oleh karena itu dipandang perlu dilakukan upaya untuk mengarahkan Perusahaan agar memperhatikan penyediaan fasilitas bagi Pekerja di lingkungan Perusahaannya melalui pembinaan dan pengawasan kepada Perusahaan terhadap pemenuhan penyediaan
fasilitas bagi Pekerja dengan menuangkan ketentuan-ketentuan dimaksud dalam suatu Peraturan Daerah.
MENGINGAT : 
Dengan persetujuan 
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN PEKERJA DI PERUSAHAAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Pemerintah Daerah, adalah Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
b. Gubernur Kepala Daerah, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur ;
c. Dinas Tenaga Kerja Daerah, adalah Dinas Tenaga Kerja Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ;
d. Dinas Tenaga Kerja Daerah, adalah Kepala Dinas Tenaga Kerja Daerah Tingkat I Jawa Timur ;
e. Pejabat yang ditunjuk, adalah Kepala Dinas Tenaga Kerja Daerah;
f. Perusahaan, adalah segala bentuk usaha baik milik Pemerintah (Badan Usaha Milik Negara/BUMN dan Badan Usaha Milik Daerah/BUMD) maupun milik Swasta yang mempekerjakan Pekerja dan dikelola menurut Prinsip ekonomi perusahaan ;
g. Pekerja, adalah sebagian dari angkatan kerja yang bekerja pada Perusahaan dengan menerima upah/gaji;
h. Perusahaan Besar, adalah Perusahaan yang mempekerjakan Pekerja 100 (seratus) orang atau lebih atau membayar upah/gaji Pekerja sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per bulan ;
i. Perusahaan Sedang, adalah Perusahaan yang mempekerjakan Pekerja 25 (dua puluh lima) orang sampai dengan 99 (sembilan puluh sembilan) orang atau membayar upah/gaji Pekerja sekurangkurangnya Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per bulan ;
j. Kesejahteraan Pekerja, adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah baik selama di dalam maupun di luar Perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung
dapat mempengaruhi produktivitas kerja. ;
BAB II
PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN
Pasal 2

(1) Setiap Perusahaan yang berkedudukan dan melakukan kegiatan usaha di Propinsi Daaerah Tingkat I Jawa Timur wajib menyelenggarakan Kesejahteraan Pekerja ;
(2) Penyelenggaraan Kesejahteraan Pekerja tersebut pada ayat (1) pasal ini, dilakukan melalui penyediaan fasilitas sebagai berikut:
a. pelayanan kesehatan / pengobatan ;
b. peribadatan ;
c. pakaian kerja dan ruangan ganti pakaian ;
d. keolahragaan ;
e. koperasi;
f. ruang istirahat;
g. ruang makan dan atau kantin ;
h. pengangkutan ;
i. balai pertemuan ;
j. pemondokan / perumahan ;
k. kursus/pendidikan umum ;
l. tempat penitipan anak ;
m. balai peristirahatan.
Pasal 3

Pelaksanaan dan pemenuhan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Peraturan Daerah ini, didasarkan pada klasifikasi Perusahaan sebagai berikut:
a. Perusaahaan Besar diwajibkan menyelenggarakan paling sedikit 7 (tujuh) macam fasilitas tersebut pada huruf a, b, c, d, e, f, dan g sebagaimana dimaksud pada pasal 2 Peraturan Daerah ini;
b. Perusahaan Sedang diwajibkan menyelenggarakan paling sedikit 5 (lima) macam fasilitas tersebut pada huruf b, c, d, e dan f sebagaimana dimaksud pada pasal 2 Peraturan Daerah ini;
c. Perusahaan Kecil diwajibkn menyelenggarakan paling sedikit 4 (empat) macam fasilitas tersebut pada huruf a, b, c dan f sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) Peraturan Daerah ini;
Pasal 4

(1) Pemerintah Daerah melalui Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan untuk menunjang kelancaran terselenggaranya Kesejahteraan Pekerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) Peraturan Daerah ini;
(2) Bentuk dan cara pelaksanaan bantuan tersebut pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.
BAB III
SURAT KETERANGAN PENILAIAN
Pasal 5

(1) Kepada Perusahaan yang telah menyelenggarakan fasilitas Kesejahteraan Pekerja dimaksud pada ayat (2) Pasal 2 Peraturan Daerah ini, akan dinilai dan diberikan Surat Keterangan Penilaian ;
(2) Kriteria penilaian dimaksud pada ayat (1) pasal ini, akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 6

(1) Agar Perusahaan dapat melaksanakan kewajiban dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) Peraturan Daerah ini, diadakan pembinaan dan pengawasan ;
(2) Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Kesejahteraan Pekerja diarahkan kepada upaya peningkatan Kesejahteraan Pekerja dengan cara :
a. memberikan bimbingan, penyuluhan, petunjuk dan pengarahan terhadap upaya penyelenggaraan Kesejahteraan Pekerja ;
b. melakukan upaya untuk dapat membantu mendorong terselenggaranya peningkatan Kesejahteraan Pekerja ;
c. melakukan pengawasan terhadap Kesejahteraan Pekerja yang sedang dan atau telah diselenggarakan ;
d. membantu kelancaran pelaksanaan penyediaan fasilitas Kesejahteraan Pekerja.
Pasal 7

Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Kesejahteraan Pekerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 Peraturan Daerah ini, dilakukan oleh Pejabat yang ditunjuk dan apabila dipandang
perlu dapat mengadakan kordinasi dengan Instansi lain yang terkait, Organisasi Pekerja dan/atau Organisasi Pengusaha yang ada.
Pasal 8

(1) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Kesejahteraan Pekerja, Pejabat yang ditunjuk berhak memasuki Perusahaan atau tempat-tempat diselenggarakannya fasilitas Kesejahteraan Pekerja tersebut pada ayat (2) pasal 2 Peraturan Daerah ini;
(2) Pimpinan Perusahaan, Pimpinan Organisasi Pekerja atau Pekerja yang bekerja pada Perusahaan, wajib memberikan kesempatan kepada Pejabat yang ditunjuk untuk memasuki Perusahaan atau tempat-tempat tersebut pada ayat (1) pasal ini dan memberikan keterangan yang diperlukan tentang penyelenggaraan Kesejahteraan Pekerja ;
(3) Dalam menjalankan tugas, Pejabat yang ditunjuk wajib merahasiakan semua keterangan yng bersifat rahasia menurut Perusahaan yang bersangkutan
BAB V
PELAPORAN
Pasal 9

(1) Semua Perusahaan yang berada di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur wajib melaporkan mengenai data Kesejahteraan Pekerja dalam lingkungan Perusahaannya kepada Gubernur Kepala Daerah melalui Pejabat yang ditunjuk ;
(2) Laporan tersebut pada ayat (1) pasal ini, dilakukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan oleh Pejabat yang ditunjuk yang bentuk dan warnanya ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah ;
(3) Penyampaian laporan tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, selambat-Iambatnya 15 (lima belas) hari setelah formulir diterima oleh Perusahaan yang bersangkutan.
BAB VI
RETRIBUSI
Pasal 10

(1) Atas pemberian pembinaan dan pengawasan serta penyediaan formulir kepada Perusahaan dikenakan retribusi ;
(2) Retribusi tersebut pada ayat (1) pasal ini, besarnya sebagai berikut :
a. Perusahaan Besar, Rp. 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah) setiaptahun ;
b. Perusahaan Sedang, Rp. 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) setiap tahun ;
c. Perusahaan Kecil, Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) setiap tahun;
(3) Retribusi tersebut pada ayat (2) pasal ini, harus dibayar lunas setelah menerima formulir kepada Bendaharawan Khusus Penerima Dinas Tenaga Kerja Daerah dan selanjutnya disetor ke Kas Pemerintah
Daerah sesuai ketentuan yang berlaku ;
(4) Tata cara pembayaran dan pemungutan retribusi tersebut pada ayat (1) dan (2) pasal ini, ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 11

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, pasal 8 ayat (2) dan pasal 9 Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) ;

(2) Tindak pidana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, adalah tindak pidana pelanggaran.
BAB VIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 12

Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas pelanggaran tindak pidana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, dapat juga dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan dengan Peraturan Perundangan yang berlaku.
Pasal 13

(1) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para Pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 Peraturan Daerah ini, berwenang :
a. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana ;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian serta melakukan pemeriksaan ;
c. Menyuruh berhenti seorang Tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri Tersangka ;
d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang ;
f. Memanggil seseorang untuk di dengar dan diperiksa sebagai Tersangka atau Saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ;
h. Menghendkan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Umum memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut, Tersangka atau Keluarganya ;
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan ;
(2) Dalam melakukan tugasnya, Penyidik tidak berwenang melakukan penangkapan atau penahanan ;
(3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 Peraturan Daerah ini, membuat Berita Acara terhadap setiap tindakan :
a. Pemeriksaan Tersangka ;
b. Pemeriksaan Surat
c. Pemeriksaan Saksi;
d. Fan mengirimkannya kepada Pengadilan Negeri melalui Penyidik Kepolisian Republik Indonesia.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 14

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah sepanjang mengenai pelaksanaannya.
Pasal 15

Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 13 Tahun 1976 junctis Nomor 7 Tahun 1980 dan Nomor 13 Tahun 1989 tentang Wajib Lapor Kesejahteraan Buruh maupun Peraturan-peraturan pelaksanaannya, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

Ditetapkan di : Surabaya
Pada tangal : 29 Desember 1995
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROPINSI DAERAH TINGKAT I
JAWA TIMUR
Ketua,

ttd
TRIMARJONO, SH


GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR
                                                      
                                                   ttd
                              M. BASOFI SOEDIRMAN

Disahkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 11 September22 Agustus 1995 Nomor 568.35-439 Tahun 1995



MENTERI DALAM NEGERI
                     

                         ttd
          MOH. YOGIE. S.M.


Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur tanggal 18 September 1995 Nomor 1 Tahun 1995 Seri B


A.n. GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR
                                        Sekretaris Wilayah/Daerah
                                                          
                                                            ttd.
                                         Drs.MOH. SAFII AS'ARI
                                          Penbina Utama Madya
                                              NIP 010 052 819
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR
NOMOR 27 TAHUN 1994
TENTANG
PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN PEKERJA DI PERUSAHAAN

I. PENJELASAN UMUM.
Garis-Garis Besar Haluan Negara antara lain menyebutkan bahwa dalam pembangunan ketenagakerjaan perlu dibina dan dikembangkan perbaikan syarat-syarat kerja serta perlindungan tenaga kerja dalam sistem Hubungan Industrial Pancasila menuju kepada peningkatan kesejahteraan pekerja.

Mengingat posisi, peranan dan partisipasi Pekerja sangat menentukan dalam proses produksi, bahkan bisa dikatakan sebagai obyek dan subyek pembangunan, maka peningkatan perhatian terhadap masalah Kesejahteraan Pekerja perlu mendapat perhatian lebih serius dan penyelesaian permasalahannya harus didukung oleh semua pihak.

Sehubungan dengan maksud tersebut di atas perlu mengarahkan Perusahaan agar memperhatikan penyediaan fasilitas Kesejahteraan Pekerja di lingkungan Perusahaannya dan juga dalam upaya mewujudkan Hubungan Industrial Pancasila yang mencerminkan adanya perlindungan kerja yang menyangkut pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk meletakkan dasar kewajiban bagi Perusahaan untuk menyelenggarakan Kesejahteraan Pekerja juga memberikan landasan hukum bagi Perangkat Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap kewajiban Perusahaan untuk menyelenggarakan Kesejahteraan Pekerja.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal I : Cukup Jelas
Pasal 2 ayta (1) : Yang dimaksud dengan seuap Perusahaan adalah semua Perusahaan balk Perusahaan Induk/Pusat, Cabang atau
Ayat (2) : ➢ Huruf a : Fasilitas pelayanan kesehatan/pengobatan, dapat berupa Poliklinik Perusahaan, bantuan biaya pengobatan seluruhnya/sebagian, bantuan biaya melahirkan sekurang-kurangnya anak pertama dan kedua.
➢ Huruf b : Fasilitas peribadatan, dapat berupa Masjid/Musholla, penyediaan ruangan khusus untuk ibadah dengan perlengkapannya dan/ atau memberikan waktu yang cukup untuk melaksanakan ibadah termasuk memberikan ceramah agama.
➢ Huruf c : Fasilitas pakaian kerja dan ruang ganti pakaian, berupa pemberian pakaian kerja, penyediaan ruangan ganti pakaian dan locker yang memadai ;
➢ Huruf d : Fasilitas keolahragaan, adalah upaya untuk memasyarakatkan olah raga dan mengolah ragakan masyarakat pekerja di Perusahaan beserta kelengkapan yang diperlukan ;
➢ Huruf e : Fasilitas koperasi, adalah usaha-usaha yang dapat mendorong berdirinya dan mendorong pertumbuhan koperasi di Perusahaan antara lain berupa bantuan modal kerja, bantuan
manajemen atau kemudahan-kemudahan lainnya ;
➢ Huruf f : Fasilitas ruang istirahat, yang berupa penyediaan ruangan istirahat dengan segala perlengkapannya dan pemutaran musik secara sentral;
➢ Huruf g : Fasilitas ruang makan dan/atau kantin, dapat berupa penyediaan ruangan makan dengan perlengkapannya, kantin yang
menyediakan makanan dan minuman, penyediaan makanan dan minuman dengan cuma-cuma, pemberian uang makan ;
➢ Huruf h : Fasilitas pengangkutan, dapat berupa antar jemput Pekerja dari rumah ke Perusahaan dan sebaliknya, dan atau kemudahan/bentuk yang lain ;
➢ Huruf i : Fasilitas balai pertemuan, adalah suatu ruangan yang
terletak di lingkungan atau di luar Perusahaan yang di fungsikan sebagai tempat pertemuan/rapat-rapat oleh Pekerja dan/atau organisasinya ;
➢ Huruf j : Fasilitas pemondokan / perumahan, dapat berupa barak, pemondokan, asrama maupun perumahan bagi Pekerja dan atau berupa bantuan sewa rumah ;
➢ Huruf k : Fasilitas kursus/pendidikan umum, dapat berupa penyediaan perpustakaan dengan ruang baca, penyelenggaraan kursus-kursus untuk mempertinggi tingkat keahlian dan kegiatan yang menunjang Program Wajib Belajar 9 tahun bagi Pekerja ;
➢ Huruf l : Fasilitas penitipan anak, adalah fasilitas yang diselenggarakan berkaitan dengan adanya Pekerja wanita yang memiliki anak yang masih kecil atau masih memerlukan ASI, fasilitas ini diawasi oleh Dokter Anak dan / atau baby Sitter ;
➢ Huruf m : Fasilitas balai peristirahatan, adalah suatu bangunan yang bisa digunakan sebagai tempat menginap bagi Pekerja dan keluarganya pada hari-hari libur.

Pasal 3 sampai dengan 16 : Cukup Jelas

Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim

Surat Edaran MENAKERTRANS PENGELOMPOKAN KOMPONEN UPAH DAN PENDAPATAN NON UPAH


SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR SE-07/MEN/1990 TAHUN 1990
TENTANG
PENGELOMPOKAN KOMPONEN UPAH DAN PENDAPATAN NON UPAH

Jakarta, 2 Agustus 1990

Kepada Yth.
1.    Sdr. Kakanwil Departemen Tenaga Kerja
2.    Sdr. Ketua D.P.P.D.
3.    Sdr. Kakandep Tenaga Kerja
di -SELURUH INDONESIA

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Departemen Tenaga Kerja didapat kesimpulan bahwa para pengusaha dengan maksud untuk mendorong para pekerja lebih berdisiplin, rajin dan produktif telah menerapkan/memperkenalkan bermacam-macam tunjangan dan perangsang lainnya. Maksud baik para pengusaha ini kurang mencapai sasaran bahkan menimbulkan masalah-masalah baru di dalam perusahaan.

Dengan berkembangnya tunjangan-tunjangan tersebut, maka jumlah tunjangan menjadi lebih besar dari upah pokok yang diterima oleh seorang pekerja. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan salah pengertian di dalam hubungan kerja yang akhirnya akan dapat mengganggu hubungan antara pengusaha dengan pekerja.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu diberikan suatu pedoman atau pengertian tentang komponen upah yang dapat dijadikan pegangan bagi para pengusaha, pekerja dan pemerintah.

1.   Pengertian Komponen Upah adalah sebagai berikut:
a.     Upah Pokok:
adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
b.     Tunjangan Tetap:
adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok, seperti Tunjangan Isteri; Tunjangan Anak; Tunjangan Perumahan; Tunjangan Kematian; Tunjangan Daerah dan lain-lain.Tunjangan Makan dan Tunjangan Transport dapat dimasukan dalam komponen tunjangan tetap apabila pemberian tunjangan tersebut tidak dikaitkan dengan kehadiran, dan diterima secara tetap oleh pekerja menurut satuan waktu, harian atau bulanan.
c.     Tunjangan Tidak Tetap
adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pekerja, yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok, seperti Tunjangan Transport yang didasarkan pada kehadiran, Tunjangan makan dapat dimasukan ke dalam tunjangan tidak tetap apabila tunjangan tersebut diberikan atas dasar kehadiran (pemberian tunjangan bisa dalam bentuk uang atau fasilitas makan).
2.    Pengertian Pendapatan Non Upah sebagai berikut:
a.     Fasilitas
adalah kenikmatan dalam bentuk nyata/natura yang diberikan perusahaan oleh karena hal-hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, seperti fasilitas kendaraan (antar jemput pekerja atau lainnya); pemberian makan secara cuma-cuma; sarana ibadah; tempat penitipan bayi; koperasi; kantin dan lain-lain.        
b.  Bonus
adalah bukan merupakan bagian dari upah, melainkan pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan atau karena pekerja menghasilkan hasil kerja lebih besar dari target produksi yang normal atau karena peningkatan produktivitas; besarnya pembagian bonus diatur berdasarkan kesepakatan.

c.              Tunjangan Hari Raya (THR), Gratifikasi dan Pembagian keuntungan lainnya.

3.              Para pengusaha yang memberikan bermacam-macam komponen upah dan pendapatan non upah bagi pekerjanya, dapat mengetahui posisi dan jenis tersebut berdasarkan pengertian yang tercantum dalam angka (1) dan (2), sehingga dihindari terjadinya perbedaan penafsiran dalam pelaksanaannya.
4.              Kepada para pengusaha diharapkan untuk berusaha mengelompokkan komponen upah dan pendapatan non upah yang diberikan, dengan berpedoman kepada angka (1) dan (2) di atas, agar secara bertahap dapat sejalan dengan Surat Edaran ini.

Demikianlah untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.


MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DRS. COSMAS BATUBARA

Tembusan disampaikan kepada Yth.:
1.              Sekretaris Jenderal Depnaker;
2.              Direktur Jenderal Binawas;
3.              Direktur Jenderal Binapenta;
4.              Inspektur Jenderal Depnaker;
5.              Ketua Dewan Penelitian Pengupahan Nasional;
6.              Semua Pejabat Eselon II Ditjen Binawas dan Ditjen Binapenta;
7.              Panitera Kepala NP dan P4D Seluruh Indonesia;
8.              Arsip.

SK Presiden RI Hari Pekerja Indonesia


KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1991
TENTANG
HARI PEKERJA INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa Deklarasi Persatuan Buruh Indonesia tanggal 20 Pebruari 1973 merupakan tonggak sejarah bersatunya para pekerja Indonesia;
b. bahwa untuk menumbuhkan jati diri di kalangan pekerja Indonesia, dan untuk lebih meningkatkan kebanggaan para pekerja Indonesia dalam rangka memotivasi pengabdiannya kepada pembangunan Nasional yang dilandasi sistem Hubungan Industrial Pancasila, dipandang perlu menetapkan tanggal 20 Pebruari sebagai Hari Pekerja Nasional;

Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja;
3. Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional Yang Bukan Hari Libur;

 
                                                                          MEMUTUSKAN:
 
Menetapkan:
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG HARI PEKERJA INDONESIA.
 
PERTAMA: Tanggal 20 Pebruari ditetapkan sebagai Hari Pekerja Indonesia.
 
KEDUA: Hari Pekerja Indonesia bukan merupakan hari libur.
 
KETIGA: Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
 
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Pebruari 1991
 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
                        ttd.
               SOEHARTO
 
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
 
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan
                          ttd.
      Bambang Kesowo, S.H.,LL.M.
 
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS

Iuran Jaminan Kesehatan Pekerja & Keluarganya di tanggung SIAPA ya.....



Suara penolakan itu disampaikan Sekjen Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), Said Iqbal. Selama ini iuran Jamsostek untuk program asuransi kesehatan dibayarkan pengusaha. Iuran tersebut menurut Iqbal berasal dari upah pekerja yang dipotong dan dibayarkan oleh pengusaha atau pemberi kerja kepada PT Jamsostek. Besarannya tiga persen untuk pekerja lajang dan enam persen untuk pekerja yang berkeluarga. Iuran tersebut termasuk dalam kategori labor cost yang dikeluarkan oleh pemberi kerja.


Bila dalam iuran Jamkes nanti pemerintah tetap menerbitkan peraturan yang mengharuskan pekerja untuk membayar dua persen, menurut Iqbal hal itu memberatkan bagi pekerja. Pasalnya, beban yang seharusnya dibayar pengusaha, sebagaimana yang berlangsung saat ini dalam program asuransi kesehatan Jamsostek, akan berpindah ke pekerja. ‘’Kenapa pekerja yang harus menanggung beban pengusaha?”kata Iqbal.

Iqbal menekankan dengan menolak menanggung iuran sebesar dua persen seperti rencana pemerintah, bukan berarti pekerja tidak mau membayar iuran BPJS. Selama ini pekerja sudah membayar iuran Jamsostek, lewat perhitungan gaji dan pengusaha membayarkannya. Dalam rancangan peraturan pemerintah tentang BPJS kesehatan, peserta dikenakan iuran sebesar 5 persen, dua persen ditanggung pekerja dan tiga persen ditanggung pemberi kerja.

Bagi Iqbal mekanisme pembayaran iuran asuransi kesehatan Jamsostek saat ini sudah cukup baik dan belum dirasa perlu untuk diubah. Iqbal khawatir jika rencana iuran Jamkes BPJS sebesar dua persen hanya akal-akalan pemerintah untuk mengumpulkan uang dari pekerja dan mengurangi tanggungjawab anggaran yang seharusnya dikeluarkan pemerintah untuk rakyat.

Koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan pengusaha atau pemberi kerja berkewajiban membayar seluruh iuran Jamkes pekerja. Apalagi sebagian pekerja jatuh sakit berkaitan dengan kerja-kerja yang dilakukannya. Ditambah dengan minimnya sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), potensi pekerja yang jatuh sakit akan menjadi besar. Oleh karenanya, menurut Timboel, Jamkes harus dibayar oleh pengusaha. “Yang kita tuntut adalah pekerja tidak dibebankan lagi bayar iuran, walau itu hanya dua persen,” ujar Timboel.

Timboel menyayangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak lagi memfasilitasi ruang dialog antar pemangku kepentingan BPJS untuk membahas regulasi yang diperlukan dalam BPJS. Padahal, kesempatan itu pernah digelar oleh Kemenkes dimasa kepemimpinan (alm) Endang Rahayu Sedyaningsih. Namun setelah sang menteri wafat, pertemuan tersebut berhenti. Rencana pemerintah untuk menetapkan besaran iuran ini sangat penting dan harus dibahas oleh pemangku kepentingan, lanjutnya.

Ketua Hubungan Industrial dan Advokasi DPN Apindo, Hasanuddin Rachman, membenarkan bahwa selama ini asuransi kesehatan Jamsostek untuk pekerja dibayarkan oleh pengusaha atau pemberi kerja. Iuran untuk pekerja lajang menurut Hasanuddin sebesar tiga persen dan berkeluarga enam persen. Dalam penyelenggaraan Jamkes BPJS Kesehatan nanti, Hasanuddin melihat pemerintah berencana membebankan iuran kepada pekerja dan pengusaha. Hal itu sebagaimana amanat dari perundang-undangan yang ada terkait BPJS.

Namun, berapa besarannya sampai saat ini Hasanuddin mengaku belum mendapat pernyataan resmi dari pihak berwenang. ‘’Besarannya belum tahu, tapi yang jelas sistemnya sharing,”ungkap Hasanuddin.

Tak Ada Pekerja Lajang

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali Husni Situmorang, mengatakan saat ini masih dibahas soal rumusan iuran. Dia mengatakan dalam rancangan yang ada, tidak lagi dibedakan antara pekerja lajang dan berkeluarga. Jika dalam asuransi kesehatan Jamsostek iuran pekerja lajang sebesar 3 persen dan berkeluarga 6 persen, maka rencananya dalam Jamkes BPJS nanti dipatok 5 persen. “Untuk pekerja lajang dan berkeluarga, tidak dibedakan,” kata Chazali.

Hal itu, menurut Chazali, untuk mengantisipasi adanya kecurangan yang dilakukan oleh pemberi kerja dalam melaporkan upah ril pekerja. Misalnya si pekerja sudah berkeluarga, namun si pemberi kerja melaporkan kepada Jamsostek bahwa si pekerja adalah lajang. Akhrinya iuran yang dibayar si pemberi kerja lebih rendah dari yang seharusnya dibayar.

Chazali menegaskan, ketika beroperasi, BPJS punya tim investigasi untuk terjun langsung ke tiap perusahaan untuk memeriksa apakah upah yang dilaporkan sesuai dengan upah yang sebenarnya. Jika ditemukan bahwa upah yang dilaporkan tidak sesuai maka si pemberi kerja dilaporkan ke pihak berwajib karena telah memberikan laporan palsu.

Chazali kembali menegaskan bahwa dalam UU SJSN disebutkan iuran ditanggung oleh pekerja dan pemberi kerja, tapi yang membayarkannya adalah pemberi kerja. Untuk membahas soal iuran Jamkes BPJS bagi pekerja formal ini Chazali menyebut akan membahasnya dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) serta LKS Tripartit Nasional (Tripnas). Pasalnya, soal iuran tidak dapat diputuskan secara sepihak, harus melibatkan unsur pekerja dan pengusaha (pemberi kerja).

Keputusan akhir menurut Chazali tentang apakah pemberi kerja yang menanggung seluruh iuran Jamkes BPJS atau pekerja akan disepakati di LKS Tripnas. Chazali mengatakan pembahasan di tingkat LKS Tripnas itu sedang dijadwalkan waktunya. Untuk pekan ini DJSN menurut Chazali sibuk melakukan sosialisasi terkait BPJS ke berbagai daerah. 

Sumber :http://disnakertransduk.jatimprov.go.id

SK Gubernur Jatim UMK 2013


GUBERNUR JAWA TIMUR
PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR
NOMOR 72 TAHUN 2012
TENTANG
UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

MEMUTUSKAN
Menetapkan:
PERATURAN GUBERNUR TENTANG UPAH MINIMUM
KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013
Pasal 1
Dengan Peraturan ini, ditetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2013.
Pasal 2
(1) Besarnya Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagainmana dimaksud dalam Pasal 1, tercantum dalam Lampiran.
(2) Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya berlaku bagi pekerja yang memiliki masa kerjakurang dari 1 (satu) tahun.
Pasal 3
(1) Perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari ketetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilarang mengurangi atau menurunkan upah.
(2) Perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari ketetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 4
Bagi perusahaan yang tidak mampu melaksanakan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum kepada Gubernur Jawa Timur melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, sesuai ketentuan
dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomo KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.
Pasal 5
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur.

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 72 TAHUN 2012
TANGGAL : 24 NOPEMBER 2012
UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013
NO KABUPATEN/KOTA UMK TAHUN 2013
1 KOTA SURABAYA Rp. 1.740.000
2 KABUPATEN GRESIK Rp. 1.740.000
3 KABUPATEN PASURUAN Rp. 1.720.000
4 KABUPATEN SIDOARJO Rp. 1.720.000
5 KABUPATEN MOJOKERTO Rp. 1.700.000
6 KABUPATEN MALANG Rp. 1.343.700
7 KOTA MALANG Rp. 1.340.300
8 KOTA BATU Rp. 1.268.000
9 KABUPATEN JOMBANG Rp. 1.200.000
10 KABUPATEN PROBOLINGGO Rp. 1.198.600
11 KOTA PASURUAN Rp. 1.195.800
12 KABUPATEN TUBAN Rp. 1.144.400
13 KOTA KEDIRI Rp. 1.128.400
14 KABUPATEN SAMPANG Rp. 1.104.600
15 KOTA PROBOLINGGO Rp. 1.103.200
16 KABUPATEN JEMBER Rp. 1.091.950
17 KABUPATEN KEDIRI Rp. 1.089.950
18 KABUPATEN BANYUWANGI Rp. 1.086.400
19 KABUPATEN LAMONGAN Rp. 1.075.700
20 KABUPATEN PAMEKASAN Rp. 1.059.600
21 KABUPATEN SITUBONDO Rp. 1.048.000
22 KOTA MOJOKERTO Rp. 1.040.000
23 KABUPATEN BOJONEGORO Rp. 1.029.500
24 KABUPATEN LUMAJANG Rp. 1.011.950
25 KABUPATEN TULUNGAGUNG Rp. 1.007.900
26 KABUPATEN BANGKALAN Rp. 983.800
27 KABUPATEN SUMENEP Rp. 965.000
28 KABUPATEN MADIUN Rp. 960.750
29 KABUPATEN NGANJUK Rp. 960.200
30 KOTA MADIUN Rp. 953.000
31 KABUPATEN BLITAR Rp. 946.850
32 KABUPATEN BONDOWOSO Rp. 946.000
33 KOTA BLITAR Rp. 924.800
34 KABUPATEN PONOROGO Rp. 924.000
35 KABUPATEN TRENGGALEK Rp. 903.900
36 KABUPATEN NGAWI Rp. 900.000
37 KABUPATEN PACITAN Rp. 887.250
38 KABUPATEN MAGETAN Rp. 866.250

Hidup SEJAHTERA..... tanpa LEMBUR ?


Dapatkah kesejahteraan kita sebagai buruh terus meningkat ?
Jawabannya adalah sangat bisa sekali........!!! 
dan untuk menempuh atau mendapatkan peningkatan kesejahteraan itu banyak cara yang perlu dilakukan antara lain :
  1. Bekerja terus tak pernah pulang alias lembur
  2. Menjadi pengurus koperasi ( lumayan dapat tambahan 1 X UMK)......wuuuih dahsyatya
  3. Menjadi Ketua Arisan Sepeda motor ( kalo 1 bulan keluar 1 = 650.000, kalo keluar 2, kalo keluar 3....bisa-bisa 3 X 650.000) lumayan..........!!!
  4. Ngathoook demi meraih jabatan.
  5. dan lain sebagainya.....terserah anda.
Namun pernahkah kita berpikir tanpa semua itu kita dapat meningkatkan kesejahteraan kita dalam hal peningkatan upah, yang salah satunya adalah menolak kerja lembur. Sekilas kelihatan tidak masuk akal, namun bagaimanakah logikanya ?

Perusahaan akan terus meningkatkan kapasitas produksinya dan menekan biaya produksinya serendah mungkin untuk bisa tetap dapat berkompetisi di dunia bisnis. Salah satu cara meningkatkan kapasitas dengan biaya murah adalah dengan meminta (memaksa) buruh bekerja lembur, langkah yang lebih murah jika dibandingkan dengan harus melakukan penambahan tenaga kerja dan alat produksi baru.

Beberapa kawan buruh di perusahaan lain sering kali kita dengar mereka kompak bersatu menolak lembur, dan ketika hal ini dilakukan, maka dampak yang diterima perusahaan adalah ketidaksanggupan untuk meningkatkan kapasitas produksinya dengan biaya murah. Maka opsi yang dimunculkan perusahaan untuk bernegosiasi dengan (membujuk) buruh adalah peningkatan upah, bisa melalui beragam tunjangan, sehingga opsi untuk menambah jumlah tenaga kerja dan alat produksi (yang berbiaya tinggi) masih dapat dihindarkan.

Dari sinilah maka muncul ruang bagi buruh (melalui serikat pekerja/buruh) untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan diri dan keluarganya, kesempatan mengajukan perundingan untuk peningkatan upah pun dapat dilakukan dengan baik, misalnya penambahan tunjangan jabatan dan uang makan, atau kita minta tunjanga perumahan seperti yang kita rasakan bersama, bahwa beli rumah di Surabaya dan sekitarnya luarrrr biasa mahal.

Namun bisakah ini kita lakukan ............??? suatu pertanyaan besar...!!!
coba kita renungkan beberapa hal dibawah ini :
  • Kerja lembur paling banyak dilakukan oleh operator 
  • Perintah kerja lembur datang dari Atasan langsung atau Atasan Tertinggi
  • Atasan langsung atau Atasan Tertinggi sekaranga gajinya naiknya sangat kecil berkisar 10 % s/d 15 %
  • Bahkan ada Atasan yang tak dapat upah lembur tapi hanya berupa kompensasi 
  • Besarnya kompensasi jauh dibawah upah lembur operator
  • Perusahaan sangat membutuhkan orang kerja lembur untuk meningkatkan kapasitas produksi
Nah, dari beberapa hal tersebut diatas sebenarnya peluang dalam hal peninjauan kembali peningkatan kesejahteraan sangatlah terbuka.

KUNCINYA HANYA SATU KITA HARUS KOMPAK.....SEKALI LAGI ....KOMPAK.....JANGAN JADI PENJILAT KAYAK ANJING